Cari Blog Ini

Kamis, 19 Februari 2015

POKOK AJARAN VAISESIKA DARSANA

 POKOK AJARAN VAISESIKA  DARSANA


Vaisesika yang merupakan salah satu aliran filsafat India yang tergolong ke dalam a Darśana agaknya lebih tua dibandingkan dengan filsafat Nyāya. Vaisesika dan Nyāya Darśana bersesuaian dalam prinsip pokok mereka, seperti sifat-sifat dan hakikat Sang Diri dan teori atom alam semesta, dan dikatakan pula Vaisesika merupakan tambahan dari filsafat Nyāya, yang memiliki analisis pengalaman sebagai objektif utamanya. Diawali dengan susunan pengamatan atas kategori-kategori (padārtha), yaitu perhitungan atau perumusan tentang sifat-sifat umum yang dapat dikenakan pada benda-benda yang ada di alam semesta ini, serta merumuskan konsep-konsep umum yang berlaku pada benda-benda yang dikenal, baik melalui indra maupun melalui penyimpulan, perbandingan, dan otoritas tertinggi. Sistem filsafat Vaisesika mengambil nama dari kata Viśesa yang artinya kekhususan, yang merupakan ciri-ciri pembeda dari benda-benda. Jadi ciri pokok permasalahan yang diuraikan didalamnya adalah kekhususan (padārtha) atau kategori-kategori yang nantinya akan disebutkan secara lebih terperinci.

Pendiri sistem ini adalah Rsi Kanada yang juga dikenal sebagai Rsi Uluka, sehingga sistem ini dikenal juga sebagai ‘aulukya darsana’ dan dianggap juga dengan nama kasyapa dan dianggap seorang Deva Rsi. Padartha secara arfiah artinya “arti dari sebuah kata “. Demikian padartha berarti semua obyek dari ilmu pengetahuan dan pengalaman. weisesika berpendapat bahwa padartha adalah semua obyek yang dinyatakan oleh kata-kata. Ia juga berarti semua hal yang ada, yang dapat diamati dan dinamai, yang dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu, bhawa dan abhawa.

A)  Bhawa (keberadaan) menurut waisesika adalah semua yang dinyatakan dengan factor-factor  yang positif atau hal-hal yang  ada. Misalnya adanya benda-benda yang manusia lihat, adanya atma , dan pikiran , meskipun dua yang tersebut terakhir ini memang keberadaannya (bhawanya) abstrak.
    B)   Abhawa (ketidakadaan) ,adalah semua yang dinyatakan dengan factor-factor negative atau hal-hal yang tidak ada, misalnya tidak adanya singa di tempat ini, atau tidak adanya bau dalam air, dan lain-lain.     
Waisesika berpendapat bahwa yang termasuk Bhawa atau keberadaan adalah
1.Drawya, 2.Guna,3.karma,4.samanya,5.wisesa,6.samawaya. Namun karena perkembangan pemikirannya, maka unsur-unsur bhawa ini kemudian ditambah oleh penulis-penulis berikutnya ,dengan katagori yang ke 7 disebut ketidakadaan (abhawa). Sehingga menjadi  7 kategori  (padharta).

 Pokok-Pokok Ajaran
Padārtha secara harfiah artinya adalah arti dari sebuah kata, tetapi di sini Padārtha adalah satu permasalahan benda dalam filsafat. Sebuah Padārtha merupakan suatu objek yang dapat dipikirkan (artha) dan diberi nama (pada). Semua yang ada, yang dapat diamati dan dinamai, yaitu semua objek pengalaman adalah Padārtha. Bendabenda majemuk saling bergantung dan sifatnya sementara, sedangkan benda-benda sederhana sifatnya abadi dan bebas. Padārtha dan Vaisesika Darśana, seperti yang disebutkan oleh Rsi Kanada sebenarnya hanya 6 buah kategori, namun satu katagori ditambahkan oleh penulis-penulis berikutnya, sehingga akhirnya berjumlah 7 katagori (Padārtha), yaitu:
1) Substansi (dravya).
Substansi adalah zat yang ada dengan sendirinya dan bebas dari pengaruh unsurunsur lain. Namun unsur lain tidak dapat ada tanpa substansi. Substansi (dravya) dapat menjadi sebab yang melekat pada apa yang dijadikannya. Atau dravya dapat menjadi tidak ada pada apa yang dihasilkannya. Contoh: tanah sebagai substansi telah terdapat pada periuk yang terbuat dari tanah. Jadi tanah itu selalu dan telah ada pada apa yang dihasilkannya, sedangkan periuk itu tidak dapat terjadi tanpa substansi (tanah). Demikian pula halnya kategori lain tidak dapat ada tanpa substansi (zat) seperti beraneka ragam minuman tidak dapat terjadi tanpa air (zat cair), tapi air dapat ada walaupun tidak adanya bermacam-macam minuman. Ada sembilan substansi yang dinyatakan oleh Vaisesika, yaitu (1) Tanah (pthivī); (2) Air (āpah, jala); (3) Api (tejah); (4) Udara (vāyu); (5) Ether (ākāśa); (6) Waktu (kāla); (7) ruang (dis); (8) diri/roh (Jīva); dan (9) pikiran (manas). Semua substansi tersebut di atas riil, tetap, dan kekal. Namun hanya udara, waktu, akasa bersifat tak terbatas. Kombinasi dari sembilan itulah membentuk alam semesta beserta isinya menjadikan hukum-hukumnya yang berlaku terhadap semua yang ada di alam ini baik bersifat fisik maupun yang bersifat rohaniah. Adapun yang termasuk substansi badani (fisik) adalah bumi, air, api, udara, ruang, waktu, dan akasa. Sedang yang tergolong substansi rohaniah terdiri atas akal (manas/ pikiran), diri (atman/jiwa). Kedua substansi rohaniah ini bersifat kekal dan pada setiap makhluk (manusia) hanya terdapat satu jiwa dan satu manas.

Demikianlah pribadi (diri/atma) itu bersifat individu dan menjadi sumber kesadaran setiap makhluk yang senantiasa berhubungan dengan kegiatan badani atau fisik. Setiap pribadi (atma) memiliki manas tersendiri yang dipakai sebagai alat untuk mengenal dan mengalami segala sesuatu melalui alat fisik termasuk juga dipakai sebagai alat untuk mencapai kebebasan. Namun dilain pihak manas juga diakui dapat menyebabkan kelahiran kembali. Oleh karena setiap makhluk (manusia) dijiwai oleh pribadi (jiwa/atma). Maka pandangan Vaisesika terhadap jiwa adalah riil dan pluralis, yaitu jiwa itu benar-benar ada dan tak terbatas jumlahnya.

2) Kualitas (gua)
Gua ialah keadaan atau sifat dari suatu substansi. Gua sesungguhnya nyata dan terpisah dari benda (substansi) namun tidak dapat dipisahkan secara mutlak dari substansi yang diberi sifat. Gua atau sifat-sifat atau ciri-ciri dari substansi yang jumlahnya ada 24, yaitu (1) warna (Rūpa); (2) rasa (rasa); (3) bau (gandha); (4) sentuhan/raba (sparśa); (5) jumlah (Sāṁkhya); (6) ukuran (parimāṇa); (7) keanekaragaman (pthaktva); (8) persekutuan (sayoga); (9) keterpisahan (vibhāga); (10) keterpencilan (paratva); (11) kedekatan (aparatva); (12) bobot (gurutva); (13) kecairan/keenceran (dravatva); (14) kekentalan (sneha); (15) suara (śabda); (16) pemahaman/pengetahuan (buddhi/jñāna); (17) kesenangan (sukha); (18) penderitaan (duka); (19) kehendak (īccha); (20) kebencian/keengganan (dvesa); (21) usaha (prayatna); (22) kebajikan/manfaat (dharma); (23) kekurangan/cacat (adharma); dan (24) sifat pembiakan sendiri (saskāra). Sejumlah 8 sifat, yaitu buddhi/jñāna, īccha, dvesa, sukha, duka, dharma, adharma dan prayatna merupakan milik dari roh, sedangkan 16 lainnya merupakan milik dari substansi material.

3) Aktivitas (karma)
Karma mewakili berbagai jenis gerak (movement) yang berhubungan dengan unsur dan kualitas, namun juga memiliki realitas mandiri. Tidak semua substansi (zat) dapat bergerak. Hanya substansi yang bersifat terbatas saja dapat bergerak atau mengubah tempatnya. Sedangkan substansi yang tak terbatas (atma, hawa nafsu dan akasa) tidak dapat bergerak karena telah memenuhi segala yang ada. Gerakan dari benda-benda di alam ini bukan bersumber dari dirinya, melainkan ada sesuatu yang berkesadaran yang menjadi sumber gerakan itu. Benda-benda hanya dapat menerima gerakan dari sesuatu yang berkesadaran. Bila terlihat kenyataan yang terjadi di alam ini seperti adanya hembusan angin, peredaran bumi dan planet-planet, maka tentu ada sumber penggerak yang adikodrati. Sumber yang dikodrati itulah Tuhan. Karena Tuhan sebagai sumber gerakan alam ini, maka Tuhan Maha Mengetahui segala gerak dan perilaku benda-benda di alam ini. Termasuk mengetahui benar perilaku (karma) manusia.

Ada 5 macam gerak, yaitu (1) Utkepaa (gerakan ke atas); (2) Avakepaa (gerakan ke bawah); (3) A-kuñcana (gerakan membengkok); (4) Prasaraa (gerakan mengembang); dan (5) Gamana (gerakan menjauh atau mendekat).
4) Universalia (sāmānya)
Samanya bersifat umum yang menyangkut 2 permasalahan, yaitu sifat umum yang lebih tinggi dan lebih rendah, dan jenis kelamin dan spesies. Dalam epistemologi, hal ini mirip dengan konsep universalia dan agak mirip dengan idenya Plato. Ia ada dalam semua dan dalam masing-masing objek, namun tidak berbeda dalam objek partikular yang berbeda. Karenanya ide ‘kesapian’ adalah tunggal dan tidak dapat dianalisis. Ide itu selalu hidup, tetapi tidak dapat dimengerti melalui dirinya sendiri, namun hanya melalui seekor ‘sapi’ khusus. Walaupun tampak bersama, namun ‘sapi’ dan ‘kesapian’ dipahami sebagai dua entitas berbeda. Dari universalia-universalia ini, ‘Ada’ (being, satta) adalah yang tertinggi, karena ia memberikan ciri pada banyak sekali entitas.

5) Individualitas (viśea)
Kategori ini menunjukkan ciri atau sifat yang membedakan sebuah objek dari objek lainnya. Sistem Vaisesika diturunkan dari kata viśea, dan merupakan aspek objek yang mendapat penekanan khusus dari para filsuf Vaisesika. Kategori ini berurusan dengan ciri-ciri khusus ke sembilan substansi (dravya). Dalam system Vaisesika, unsur tanah, air, api, udara, dan pikiran dibangun dari atom (paramānu), sedangkan eter, ruang, waktu dan jiwa dianggap sebagai substansi sangat khusus tanpa dimensi atau visibilitas. Inilah yang menyebabkan sistem darśana ini disebut Vaiśseika Darśana. 
6) Hubungan Niscaya (samavāya)
Dimensi objek ini menunjukkan hakikat hubungan yang mungkin antara kualitas-kualitasnya yang inheren. Hubungan ini dapat dilihat bersifat sementara (sayoga) atau permanen (samavāya). Sayoga adalah hubungan sementara seperti antara sebuah buku dan tangan yang memegangnya. Hubungan selesai ketika buku dilepaskan dari tangan. Di sisi lain, samavāya adalah sebuah hubungan yang tetap dan hanya berakhir ketika salah satu di antara keduanya dihancurkan. Ada lima jenis hubungan yang tetap dan entitas yang tetap atau tidak terpisahkan ini (ayūta-sidda):
  • Hubungan keseluruhan dengan bagian-bagiannya, seperti sehelai kain dan benang-benangnya.
  • Hubungan kualitas dengan objek yang memilikinya, seperti kendi air dan warna merahnya.
  • Hubungan antara tindakan dan pelakunya, seperti tindakan melompat dan kuda yang melakukannya.
  • Hubungan antara partikular dengan yang universal, ibarat satu jenis sapi dengan seekor sapi atau bangsa Jepang dan seorang Jepang.
  • Hubungan antara substansi kekal dan substansi khusus. Menurut system Vaisesika, partikel subatomis (paramānu) setiap substansi abadi memiliki ciri-ciri khusus yang tidak membiarkan atom dari satu substansi bercampur dengan atom substansi lainnya. Ciri khusus (Viśea) dipertahankan oleh partikel subatomis masing-masing melalui ‘hubungan tak terpisahkan’ (samavāya).

7) Penyangkalan, Negasi, Non-Eksistensi (abhāva)
Kategori ini menunjukkan sebuah objek yang telah terurai atau larut ke dalam partikel subatomis terpisah melalui pelarutan universal (mahapralaya) dan ke dalam ketiadaan (nothingness). Semua benda-benda yang ada dan bernama digolongkan sebagai bhava, sedangkan entitas yang sudah tidak ada digolongkan sebagai abhāva. Sebenarnya kategori ini bukan merupakan sebuah klasifikasi seperti kategori lainnya, namun hanya modus pengaturan negatif. Abhāva, yang merupakan kategori ke 7, ada 4 macam, yaitu:
  • Pragabhāva, yaitu ketidakadaan dari suatu benda sebelumnya. Contohnya: ketidak adaan periuk sebelum dibuat oleh pengrajin periuk.
  • Dhvasabhāva, yaitu penghentian keberadaan, misalnya periuk yang dipecahkan, di mana dalam pecahan periuk itu tak ada periuk.
  • Atyāntabhāva, atau ketidakadaan timbal balik, seperti misalnya udara yang dari dulu tidak pernah berwarna atau pun berbentuk. Ketiga ketidakadaan ini disebut sebagai Samsarga-bhava, yaitu ketidakadaan suatu benda dalam benda yang lain.
  • Anyonyābhāva, atau ketidak adaan mutlak, dimana antara benda yang satu sama sekali tidak ada persamaannya dengan yang lain, seperti sebuah periuk yang tidak sama dengan sepotong pakaian, demikian pula sebaliknya.

Tuhan Menurut Pandangan Waisesika

          Waisesika menganut paham theistk, artinya percaya dengan eksistensi Tuhan, yang ia manifestasikan sebagai Siwa (Iswara). Dipandang sebagai yang Transenden yang terpancar dalam diri manusia dan dalam alam semesta ini. Artinya tuhan bersemayam di setiap makhluk dan setiap objek. Karma menurut system ini merupakan hukum moral alam semesta. Baik buruknya moral penghuni alam semesta akan sangat mempengaruhi eksistensi alam ini. Melanggar Dharma atau tidak berkehendak memperbaiki diri sebagai penghuni alam semesta ini dari perbuatan adharma, akan menjadikan tuhan bosan terhadap itu, dan akan mengembalikan semua atom catur bhuta beserta substansi lainnya. Inilah eksistensi tuhan. Tuhan bersifat maha tahu, kuasa dan sempurna. Pandangan system filsafat waisesika oleh rsi Kanada mengatakan bahwa veda adalah kata-kataTuhan, dan karenanya veda otoratif, yakni veda memiliki otoritas.

·         Pandangan Terhadap Jiwa atau atman .
            Jiwa dan pikiran menurut system filsafat Waisesika, dan sebagaimana telah disebut di atas, adalah substansi rohani. Dua substansi inilah yang menjadi asas hidup kejiwaan. Oleh karenanya dua substansi ini tidak dapat dipisahkan, mereka harus menyatu untuk membentuk pribadi seseorang, dengan demikian pribadi manusia, dibedakan menjadi dua yakni manusia yang berpribadi dan yang tidak berpribadi. Pikiran menurut filsafat waisesika bersifat abstrak, halus, sehingga sulit diketahui, sering disebut anu. Sedangakan atman atau jiwa perorangan, menurut system filsafat waisesika adalah berjumlah banyak, kekal, dan meliputi segala sesuatu, merupakan bagian dari Brahman. Oleh karena itu atman pada dasarnya suci, mengatasi segalanya setelah atman bersatu dengan badan jasmani maka terjadilah beraneka kesediahan, penderitaan, kegembiraan atau kesenangan. Menurut system filsafat waisesika sumber-sumber kesedihan (klesa) yang bisa muncul dalam pikiran adalah:

1. awidya, yaitu suatu pengetahuan yang salah terhadap kebenaran.
2. asmita merupakan pandangan yang keliru yang menganggap atman sama budhi dan manas.
3. Raga, yaitu keinginan yang didorong oleh nafsu-nafsu untuk memuaskan indriya-indriya.
4. Abhinewesa, yaitu ketakutan menghadapi penderitaan dan kematian.
Dengan adanya pengetahuan yang benar akan diri, dan tidak menyamakan atma dengan badan jasmani, atma tidak akan merasakan susah, sedih, senang, sesuai dengan perubahan-perubahan  dalam pikiran itu sendiri. Dengan demikian sang jiwa/ atman akan menyadari dirinya sebagai yang suci yang berbeda dengan badan kasar, indriya dan pikiran. Untuk mendapatkan hal ini system filsafat waisesika mengajarkan untuk menguasai manas dan idriya melalui ajaran yang terkandung di dalam veda.
 Pandangan terhadap Moksa
            Vaisesika berpegangan bahwa belenggu timbul karena kebodohan atau ketidaktahuan. Pembebasan dapat dicapai dengan meraih pengetahuan, karena dengan pengatahuan yang sempurna tentang kategori-kategori alam semesta yang bisa mengantarkan seseorang mencapai moksa. Jalan untuk mencapai moksa adalah :
1.      Melalui jnana tattwa yakni tentang pemahaman seseorang terhadap atman yang sesungguhnya berbeda dengan badan jasmani, pikiran dan indriya.
2.      Srawana yaitu jalan untuk mencapai moksa, karena sering mendengarkan kata-kata yang ada di dalam kitab suci.
3.      Melalui manana, yaitu melaksankan dimasyarakat  apa yang didengar atau dibaca melalui perkataan,pikiran, dan perbuatan dengan cinta kasih terhadap sesama.
4.      Melalui jalan meditasi, yaitu pemfokusan pikiran terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa.

Pada sistem Vaisesika, seperti halnya sistem Nyāya, susunan alam semesta ini diduga dipengaruhi oleh pengumpulan atom-atom, yang tak terhitung jumlahnya dan kekal. Kosmologi Vaisesika dalam batasan mengenai keberadaan atom abadi bersifat dualistik dan secara positif memisahkan hubungan yang pasti antara roh dan materi. Terjadinya alam semesta menurut sistem filsafat Vaisesika memiliki kesamaan dengan ajaran Nyāya yaitu dari gabungan atom-atom catur bhuta (tanah, air, cahaya dan udara) ditambah dengan lima substansi yang bersifat universal seperti akāsa, waktu, ruang, jiwa dan manas.

Lima substansi universal tersebut tidak memiliki atom-atom, maka itu ia tidak dapat memproduksi sesuatu di dunia ini. Cara penggabungan atom-atom itu dimulai dari dua atom (dvyānuka), tiga atom (Triyānuka), dan tiga atom ini saling menggabungkan diri dengan cara yang bermacam-macam, maka terwujudlah alam semesta beserta isinya. Bila gabungan atom-atom dalam Catur Bhuta ini terlepas satu dengan lainnya maka lenyaplah alam beserta isinya. Gabungan dan terpisahnya gerakan atom-atom itu tidaklah dapat terjadi dengan sendirinya, mereka digerakkan oleh suatu kekuatan yang memiliki kesaaran dan kemahakuasaan. Sesuatu yang memiliki kesadaran dan kekuatan yang maha dahsyat itu menurut Vaisesika adalah Tuhan Yang Maha Esa. Vaisesika dalam etikanya menganjurkan semua orang untuk kelepasan. Kelepasan akan dapat dicapai melalui Tatwa Jnaña, Sravāna, manāna, dan Meditasi.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar